Upaya yang perlu
dilakukan untuk mendayagunakan instrumen ekonomi lingkungan, seperti natural resource accounting dalam
pengelolaan sumberdaya laut diantanaya adalah, pertama, memberikan
pemahaman kepada masyarakat tentang arti pentingnya penggunaan instrument
tersebut. Dimulai dari skala yang paling kecil yaitu keluarga, disini kita
memberikan pemahaman bahwa menggunakan instrumen tersebut layaknya menghitung pendapatan
dan pengeluaran bulanan keluarganya. Misalnya, menghitung berapa keuntungan dan
kerugian yang harus ditanggung dari penggunaan taman sebagai lahan parkir atau
perkebunan.
Selanjutnya,
dibetuklah kelompok kecil yang terdiri dari perwakilan masyarakat yang
berkepentingan. Setelah kelompok ini terbentuk, kita lakukan pendampingan untuk
memahami lebih dalam mengenai arti pentingnya instrumen ekonomi lingkungan
beserta pelaksnaannya di lapangan. Seperti menjelaskan kepada mereka arti
pentingnya memelihara hutan mangrove, bahwa apabila masyarakat melakukan
pengrusakan maka akan timbul dampak yang lebih merugikan bagi masyarakat itu
sendiri.
Dari kelompok-kelompok kecil yang
telah terbentuk, kemudian dibentuklah kelompok yang lebih besar, dimana di
dalam kelompok ini terdiri dari berbagai macam unsur baik masyarakat, pemerhati
lingkungan maupun peneliti yang berkepentingan baik langsung maupun tidak
langsung terhadap sumberdaya alam. Kelompok besar inilah yang nantinya akan
menjadi penyeimbang bagi setiap pelaksanaan kebijakan yang dilakukan baik oleh
pemerintah maupun sektor swasta dalam pengelolaan lingkungan. Sebagai contoh
adalah ketika pemerintah berencana menggandeng pihak swasta dalam pengelolaan
sumber daya pertambangan, maka kelompok ini harus bisa menghitung bagaimana
dampak kebijakan tersebut bagi masayarakat, daerah maupun sumber daya alam.
Hasil perhitungan inilah yang nantinya akan diajukan sebagai bahan pertimbangan
bagi pemerintah sebelum melaksanakan kebijakan tersebut.
Apabila
masyarakat telah terbiasa dengan penggunaan instrumen ekonomi lingkungan, maka
upaya yang kedua adalah membiasakan penggunaan isntrumen tersebut kepada
para pembuat keputusan, dalam hal ini adalah pemerintah. Seperti halnya
pemahaman kepada masayarakat, pelaksanaannya harus dimulai dari skala
pemerintahan yang paling kecil. Para pembuat
kebijakan harus memiliki pola pikir atau mindset bahwa setiap kali membuat
kebijakan maka harus diperhitungkan pula dampaknya kepada sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Oleh karena itu diperlukan sebuah upaya agar instrumen
tersebut dapat diinternalisasi dalam proses perencanaan pembangunan, terutama dalam
bidang pemerintahan dalam menentukan suatu kebijakan. Selanjutnya, instrumen
ekonomi lingkungan akan mendorong perencana pembangunan daerah untuk
memperhitungkan secara saksama intensitas dan pola eksploitasi sumber daya alam
dan lingkungan hidup.
Sebagai contoh adalah bahwa dalam semua rencana pembangunan memperhitungkan
besar kebutuhan pembiayaannya, yang disesuaikan dengan potensi pendapatan
daerah, termasuk dari sektor sumber daya alam. Penghitungan pendapatan dari
sektor sumber daya alam akan mencakup tingkat deplesi dan degradasi lingkungan
hidup yang mungkin terjadi. Pengetahuan dan kesadaran memperhitungkan tingkat
deplesi dan degradasi lingkungan, seperti pada kasus kebutuhan dana reklamasi
bekas galian batu bara dapat mendorong perencana daerah mengatur intensitas dan
pola eksploitasi sumber daya alam lokal. Deplesi SDA ialah penyusutan sumber
daya alam karena eksploitasi, yang terjadi karena laju pemulihan sumber daya
alam lebih lambat dari laju eksploitasinya. Semua itu, dilakukan untuk
mengetahui besaran dampak-dampak negatif pembangunan yang tidak terukur,
seperti erosi akibat penggundulan hutan, pencemaran sungai, dan polusi udara.
Dampak-dampak negatif yang tidak terukur tersebut selama ini tidak dihitung
dalam penentuan besaran ukuran yang ada selama ini, termasuk penghitungan GDP.
Disebutkan, jika segala kerusakan tak terukur itu diperhitungkan seperti yang
dilakukan paradigma natural resource
accounting, maka besaran GDP yang ada sekarang bisa dikatakan sebagai nilai
ilusif.
Upaya ketiga merupakan proyeksi ke depan,
dimana memasukkan instrumen ekonomi lingkungan, seperti natural resources accounting ke dalam bahan ajar atau kurikulum
sistem pendidikan baik formal amupun informal sejak dini. Sebagai contoh
adalah, sejak dini anak-anak sudah dididik untuk memahami arti pentingnya
menjaga lingkungan sekitar, dan bahwa pada dasarnya alam telah diciptakan ke
dalam satu sistem menyeluruh yang saling berhubungan dan dalam keadaan
seimbang. Apabila terjadi gangguan terhadap satu sistem maka dengan sendirinya
akan mempengaruhi sistem secara keseluruhan sekaligus mengganggu keseimbangan
alam itu sendiri.
Dengan mengajarkan arti pentingnya menjaga
lingkungan sejak dini, maka hal itu akan terbawa dalam kehidupan keseharian
mereka. Sehingga ketika dewasa mereka akan menjadi manusia yang memiliki
kearifan akan lingkungan, dan selalu memperhitungkan kebaikan-kebaikan alam
yang akan didapat.
Upaya-upaya tersebut tidak bisa dipandang sebagai suatu urutan
priorotas, dimana upaya pertama selalu lebih penting daripada upaya-upaya
selanjutnya. Namun keseluruhan upaya tersebut harus diintegrasikan bersama-sama
secara serentak dan benar mengenai arti pentingnya instrumen ekonomi
lingkungan, seperti natural resources
accounting sehingga pada akhirnya akan mendukung upaya suatu pembangunan
pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan yang berkelanjutan.