(1) Tipe Minyak
Minyak (petroleum) merupakan senyawa
kimia yang terdiri dari campuran senyawa hidrokarbon dan unsur-unsur mikro (trace elements). Biasanya minyak digambarkan berdasarkan keadaan fisiknya,
seperti berat jenis (densitas), titik lebur (pour point), dan komposisi kimiawi (perbandingan hidrokarbon, aspal,
dan belerang). Walaupun sangat kompleks sifatnya, minyak dapat dibagi ke dalam
empat kelompok utama, yaitu: alkana (alkanes), naphtana (napthenes), aromatik (aromatics), dan alkene (alkenes) dan terdapat juka kelompok lainnya.
Alkana (disebut juga normal paraffins): dicirikan dengan adanya rantai atom karbon
(bercabang atau tidak bercabang) berikatan dengan atom hidrogen, dan merupakan
rantai atom jenuh (tidak memiliki ikatan ganda). Termasuk dalam kelompok ini
adalah methane, propane, dan isobutene.
Naphtana (napthenes, disebut juga
cycloalkanes atau cycloparaffins): 50% dari minyak mentah biasanya merupakan naphtana. Kelompok
ini mirip dengan alkana, akan tetapi dibedakan dari keberadaan cincin atom
karbon tertutup yang masih sederhana. Naphthana biasanya bersifat stabil dan
relative tidak larut dalam air. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain
cyclopropane dan cyclopentane.
Aromatik (Aromatics): adalah kelas hidrokarbon dengan karakteristik cincin yang
tersusun dari enam atom karbon. Aromatik ini merupakan komponen minyak mentah
yang paling beracun, dan bisa memberi dampak kronik (menahun, berjangka lama)
dan karsinogenik (menyebabkan kanker). Hampir kebanyakan aromatik bermassa
rendah (low-weight aromatics), dapat larut dalam air
sehingga meningkatkan kemungkinan kontak dengan sumberdaya hayati perairan.
Contoh dalam kelompok ini adalah benzene, naphthalene, and benzo(a)pyrene.
Alkene (Alkenes, disebut juga olefins atau isoparaffins): memiliki
karakteristik yang mirip dengan alkana, namun mempunyai ikatan ganda atom
karbon. Alkene biasanya tidak ditemukan pada minyak mentah, namun lebih banyak
terdapat pada produk-produk olahan (refinery), seperti minyak tanah
(gasoline). Alkene yang umum ditemukan adalah ethene dan propene.
Komponen lain: selain empat komponen
utama penyusuan minyak tersebut di atas, minyak juga dikarakterisasikan oleh
adanya komponen-komponen lain seperti aspal (asphalt) dan resin. Komponen lain tersebut kadangkala terdapat dalam
jumlah besar, sehingga membuat minyak menjadi sangat padat dan kental.
(2) Sifat Minyak
Beberapa sifat minyak yang harus dipertimbangkan dalam penentuan
tingkat kerusakan sumberdaya pesisir dan laut antara lain: (i) berat jenis (density), (ii) kekentalan (viscosity), (iii) titik lebur (pour point), (iv) kelarutan (solubility), (v) komposisi kimiawi
(percent aromatics); dan (vi) potensi
untuk menjadi emulsi. Setiap jenis minyak tentu saja memiliki sifat-sifat yang
berlainan, sehingga karakteristik masing-masing jenis minyak dapat dibedakan
dari satu jenis ke jenis lainnya, atau biasa disebut memiliki finger print yang berbeda.
(3) Nasib dan Pelapukan Minyak
Minyak yang tumpah ke suatu perairan mengalami sejumlah proses
fisika, kimia, dan biologi yang berperan mengubah nasib (fate) dan karakteristik minyak. Secara kolektif, proses-proses
tersebut dikenal sebagai pelapukan (weathering). Proses ini terjadi
pada semua minyak yang tumpah ke laut, namun tingkat dan aspek penting setiap
proses sangat bergantung pada jenis minyak dan kondisi perairan.
Proses pelapukan tersebut akan mengubah komposisi, perilaku,
keterpaparan, dan daya racun (toksisitas) minyak. Sebagai contoh, penetrasi
minyak ke dalam kawasan lumpur bervegetasi (areal mangrove) dipengaruhi oleh
kekentalan (viskositas) minyak. Minyak yang sudah mengalami pelapukan akan
mempunyai tingkat penetrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan minyak yang
belum mengalami pelapukan. Minyak yang sudah mengalami pelapukan akan
mengandung komponen-komponen yang tidak larut dalam air, dan bergabung
membentuk gumpalan-gumpalan (bola-bola) minyak (tarballs).
Gumpalan-gumpalan tersebut sudah barang tentu mengurangi potensi
terjadinya kontak dengan biota air. Namun di sisi lain, burung dan mamalia laut
lebih berpotensi untuk menghisap gumpalan-gumpalan minyak tersebut. Sementara
itu, hilangnya komponen minyak dengan berat jenis kecil melalui penguapan dan
atau pelarutan selama proses pelapukan menyebabkan minyak menjadi tenggelam dan
meningkatkan kemungkinan pencemaran sedimen dan meningkatkan daya racun minyak
di kolom air.
(4) Jalur Pergerakan Minyak
Untuk memastikan bahwa kerusakan sumberdaya perairan disebabkan
pencemaran oleh minyak, maka harus dilakukan identifikasi jalur pergerakan
minyak (pathways). Pemahaman tentang hal
ini akan mempersempit dan memfokuskan investigasi kerusakan sumberdaya yang
akan dilaksanakan, termasuk metodologi yang akan digunakan. Beberapa jalur
utama pergerakan minyak sampai terjadinya keterpaparan minyak dengan sumberdaya
pesisir dan laut, meliputi: permukaan air, ingesti (ingestion), inhalasi (inhalation), fisik (permukaan
jaringan), atmosfer, sedimen, air tanah, dan kolom air.
(5) Keterpaparan Minyak
Terjadinya kontak atau terpaparnya (exposure) sumberdaya pesisir dan laut terhadap minyak dapat terjadi secara
langsung dan tak langsung. Kemudian dalam menentukan apakah suatu sumberdaya
pesisir dan laut telah mengalami kerusakan (injury) atau tidak, satu langkah penting yang perlu dilakukan adalah
mendemonstrasikan adanya keterpaparan minyak dengan sumberdaya. Dengan
demikian, penjelasan keterpaparan dalam keseluruhan pendugaan kerusakan (injury assessment) sumberdaya pesisir dan laut adalah menentukan.
Dalam hal ini akan dapat diketahui adanya kontak sumberdaya dengan minyak, baik
langsung maupun tidak langsung, memperkirakan jumlah atau konsentrasi minyak
yang tumpah, dan
memperkirakan luasan tumpahan minyak. Beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan dalam menggambarkan keterpaparan minyak dengan sumberdaya
pesisir dan laut yaitu: tipe minyak, volume tumpahan, dampak pembersihan, tipe
pantai, ukuran butir sedimen, tinggi pasang surut, kondisi cuaca, perilaku
serta kehidupan biota, jangka waktu kontak, dan pendekatan untuk kajian kontak.
(6) Pendekatan Untuk Kajian
Kontak (Exposure)
Kontak (exposure) biasanya dievaluasi
dengan kombinasi metode kualitatif dan kuantitatif. Pemilihan strategi
penentuan kontak (exposure) tergantung pada tipe
minyak, volume yang tumpah, risiko kerusakan sumberdaya, kondisi lingkungan,
dan ketersedian sumberdaya manusia, dana, serta peralatan. Beberapa pendekatan
yang bisa dilakukan antara lain adalah :
- Pemodelan komputer: pemodelan sebaran dan
proses pelapukan (weathering) minyak dapat
memberikan informasi kuantitatif awal mengenai tumpahan minyak dan kemungkinan
kontak (exposure) terhadap sumberdaya
pesisir dan laut sekitar.
- Pengamatan visual : survai darat atau
udara merupakan tehnik pengkajian yang cepat untuk meliput kawasan yang luas.
Pendekatan ini sangat berguna untuk mendokumentasikan distribusi keseluruhan
habitat atau daerah yang mengalami kontak (exposure) terhadap tumpahan minyak. Pendekatan ini juga dapat dimanfaatkan
untuk mengidentifikasikan kawasan yang terkena dampak dan kawasan yang dapat
dijadikan referensi (bebas pengaruh minyak). Pengamatan umumnya meliputi lebar,
panjang, area, dan tingkat kontaminasi tiap-tiap habitat.
- Keberadaan bau: kejadian kontak (exposure) minyak dapat juga dievaluasi secara kualitatif dengan tes
organoleptik yang didasarkan pada perasaan dan penciuman. Contohnya adalah
penentuan kontaminasi minyak pada ikan yang ditangkap oleh nelayan. Minyak
dengan berat molekul yang ringan sangat mudah untuk dibaui, sedangkan yang
mempunyai berat molekul yang besar relatif sulit dibaui.
- Analisis kimia: terdapat tiga tujuan
utama dalam analisis kimia yang dilakukan untuk menentukan kontak (exposure) minyak, yaitu: (a) Karakteristik fisik dan kimiawi minyak, (b)
Fingerprinting, (c) Konsentrasi minyak.
- Penempatan kekerangan (bivalvia) di lokasi: kekerangan, termasuk kerang dan oyster, dapat digunakan sebagai indikator kontak (exposure) dan dampak biologis.
- Sampel pengganti: penggunaan membrane semi permeable atau kantung lemak (lipid bags) dapat digunakan untuk pengambilan contoh (sampling) sedimen dan kolom air dalam kurun waktu tertentu.
- Polycyclic Aromatic
Hydrocarbon (PAHs): kebanyakan dari komponen penyusun minyak, termasuk benzene and
polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs), cepat mengalami metabolisme oleh
organisme perairan, sehingga analisis keberadaan PAHs dalam jaringan organisme
dapat dijadikan sebagai bukti adanya kontak (exposure) minyak.
- Enzim Mixed Function
Oxygenase (MFO): organisme tertentu memiliki enzim yang dapat menetralisir racun,
dan enzim jenis ini dikenal sebagai enzim MFO. Adanya aktivitas atau
peningkatan kadar enzim MFO menunjukkan bahwa organisme tersebut telah
mengalami kontak (exposure) dengan minyak.
- Hemolytic Anemia: penurunan konsentrasi
sel darah merah atau hemoglobin dapat digunakan sebagai indikator adanya kontak
(exposure) minyak pada beberapa
hewan vertebrata, seperti burung, anjing laut, dan lain-lain.
(7) Proses-Proses Pelapukan (Weathering) Minyak di Perairan
Penyebaran (spreading): minyak akan segera menyebar di perairan segera setelah tertumpah
ke perairan laut. Penyebaran ini dipengaruhi oleh kekentalan dan titik lebur
minyak, serta suhu perairan.
Penguapan (evaporation): penguapan dimulai sesaat setelah minyak tumpah ke perairan.
Faktor utama yang mempengaruhi penguapan minyak adalah komposisi, ketebalan
lapisan, suhu air laut, radiasi matahari, kecepatan angin, dan tinggi
gelombang.
Pelarutan (dissolution): pelarutan adalah hilangnya senyawa penyusun minyak ke dalam
perairan, kebanyakan senyawa yang bersifat akut seperti benzene, toluene, dan
xylene akan segera larut dalam air.
Dispersi (dispersion): transportasi secara fisik minyak dalam bentuk droplet (butiran) ke dalam kolom air disebut dispersion. Penyebaran minyak menjadi droplet terjadi karena adanya
turbulensi permukaan air dan juga oleh penggunaan dispersan.
Emulsifikasi (emulsification): beberapa jenis minyak tertentu cenderung membentuk emulsi air
dalam minyak, yang berwarna coklat gelap (biasa disebut mousse) selama proses pelapukan (weathering) terjadi.
Pengendapan (sedimentation): minyak yang terendapkan dalam sediment dapat masuk dalam jaringan
zooplankton, dan dikeluarkan dalam bentuk pellet feses yang akan menetap di dalam sedimen.
Proses-proses lainnya : selain proses-proses
utama dalam pelapukan (weathering) terdapat beberapa
proses lain, seperti transpor oleh hanging, degradasi foto kimia,
dan degradasi mikrobiologi.
No comments:
Post a Comment