Thursday, February 16, 2012

Proses Pencemaran Minyak di Laut


(1) Tipe Minyak
Minyak (petroleum) merupakan senyawa kimia yang terdiri dari campuran senyawa hidrokarbon dan unsur-unsur mikro (trace elements). Biasanya minyak digambarkan berdasarkan keadaan fisiknya, seperti berat jenis (densitas), titik lebur (pour point), dan komposisi kimiawi (perbandingan hidrokarbon, aspal, dan belerang). Walaupun sangat kompleks sifatnya, minyak dapat dibagi ke dalam empat kelompok utama, yaitu: alkana (alkanes), naphtana (napthenes), aromatik (aromatics), dan alkene (alkenes) dan terdapat juka kelompok lainnya.
Alkana (disebut juga normal paraffins): dicirikan dengan adanya rantai atom karbon (bercabang atau tidak bercabang) berikatan dengan atom hidrogen, dan merupakan rantai atom jenuh (tidak memiliki ikatan ganda). Termasuk dalam kelompok ini adalah methane, propane, dan isobutene.
Naphtana (napthenes, disebut juga cycloalkanes atau cycloparaffins): 50% dari minyak mentah biasanya merupakan naphtana. Kelompok ini mirip dengan alkana, akan tetapi dibedakan dari keberadaan cincin atom karbon tertutup yang masih sederhana. Naphthana biasanya bersifat stabil dan relative tidak larut dalam air. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain cyclopropane dan cyclopentane.
Aromatik (Aromatics): adalah kelas hidrokarbon dengan karakteristik cincin yang tersusun dari enam atom karbon. Aromatik ini merupakan komponen minyak mentah yang paling beracun, dan bisa memberi dampak kronik (menahun, berjangka lama) dan karsinogenik (menyebabkan kanker). Hampir kebanyakan aromatik bermassa rendah (low-weight aromatics), dapat larut dalam air sehingga meningkatkan kemungkinan kontak dengan sumberdaya hayati perairan. Contoh dalam kelompok ini adalah benzene, naphthalene, and benzo(a)pyrene.
Alkene (Alkenes, disebut juga olefins atau isoparaffins): memiliki karakteristik yang mirip dengan alkana, namun mempunyai ikatan ganda atom karbon. Alkene biasanya tidak ditemukan pada minyak mentah, namun lebih banyak terdapat pada produk-produk olahan (refinery), seperti minyak tanah (gasoline). Alkene yang umum ditemukan adalah ethene dan propene.
Komponen lain: selain empat komponen utama penyusuan minyak tersebut di atas, minyak juga dikarakterisasikan oleh adanya komponen-komponen lain seperti aspal (asphalt) dan resin. Komponen lain tersebut kadangkala terdapat dalam jumlah besar, sehingga membuat minyak menjadi sangat padat dan kental.

(2) Sifat Minyak
Beberapa sifat minyak yang harus dipertimbangkan dalam penentuan tingkat kerusakan sumberdaya pesisir dan laut antara lain: (i) berat jenis (density), (ii) kekentalan (viscosity), (iii) titik lebur (pour point), (iv) kelarutan (solubility), (v) komposisi kimiawi (percent aromatics); dan (vi) potensi untuk menjadi emulsi. Setiap jenis minyak tentu saja memiliki sifat-sifat yang berlainan, sehingga karakteristik masing-masing jenis minyak dapat dibedakan dari satu jenis ke jenis lainnya, atau biasa disebut memiliki finger print yang berbeda.


(3) Nasib dan Pelapukan Minyak
Minyak yang tumpah ke suatu perairan mengalami sejumlah proses fisika, kimia, dan biologi yang berperan mengubah nasib (fate) dan karakteristik minyak. Secara kolektif, proses-proses tersebut dikenal sebagai pelapukan (weathering). Proses ini terjadi pada semua minyak yang tumpah ke laut, namun tingkat dan aspek penting setiap proses sangat bergantung pada jenis minyak dan kondisi perairan.
Proses pelapukan tersebut akan mengubah komposisi, perilaku, keterpaparan, dan daya racun (toksisitas) minyak. Sebagai contoh, penetrasi minyak ke dalam kawasan lumpur bervegetasi (areal mangrove) dipengaruhi oleh kekentalan (viskositas) minyak. Minyak yang sudah mengalami pelapukan akan mempunyai tingkat penetrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan minyak yang belum mengalami pelapukan. Minyak yang sudah mengalami pelapukan akan mengandung komponen-komponen yang tidak larut dalam air, dan bergabung membentuk gumpalan-gumpalan (bola-bola) minyak (tarballs).
Gumpalan-gumpalan tersebut sudah barang tentu mengurangi potensi terjadinya kontak dengan biota air. Namun di sisi lain, burung dan mamalia laut lebih berpotensi untuk menghisap gumpalan-gumpalan minyak tersebut. Sementara itu, hilangnya komponen minyak dengan berat jenis kecil melalui penguapan dan atau pelarutan selama proses pelapukan menyebabkan minyak menjadi tenggelam dan meningkatkan kemungkinan pencemaran sedimen dan meningkatkan daya racun minyak di kolom air.

(4) Jalur Pergerakan Minyak
Untuk memastikan bahwa kerusakan sumberdaya perairan disebabkan pencemaran oleh minyak, maka harus dilakukan identifikasi jalur pergerakan minyak (pathways). Pemahaman tentang hal ini akan mempersempit dan memfokuskan investigasi kerusakan sumberdaya yang akan dilaksanakan, termasuk metodologi yang akan digunakan. Beberapa jalur utama pergerakan minyak sampai terjadinya keterpaparan minyak dengan sumberdaya pesisir dan laut, meliputi: permukaan air, ingesti (ingestion), inhalasi (inhalation), fisik (permukaan jaringan), atmosfer, sedimen, air tanah, dan kolom air.

(5) Keterpaparan Minyak
Terjadinya kontak atau terpaparnya (exposure) sumberdaya pesisir dan laut terhadap minyak dapat terjadi secara langsung dan tak langsung. Kemudian dalam menentukan apakah suatu sumberdaya pesisir dan laut telah mengalami kerusakan (injury) atau tidak, satu langkah penting yang perlu dilakukan adalah mendemonstrasikan adanya keterpaparan minyak dengan sumberdaya. Dengan demikian, penjelasan keterpaparan dalam keseluruhan pendugaan kerusakan (injury assessment) sumberdaya pesisir dan laut adalah menentukan. Dalam hal ini akan dapat diketahui adanya kontak sumberdaya dengan minyak, baik langsung maupun tidak langsung, memperkirakan jumlah atau konsentrasi minyak yang tumpah, dan
memperkirakan luasan tumpahan minyak. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam menggambarkan keterpaparan minyak dengan sumberdaya pesisir dan laut yaitu: tipe minyak, volume tumpahan, dampak pembersihan, tipe pantai, ukuran butir sedimen, tinggi pasang surut, kondisi cuaca, perilaku serta kehidupan biota, jangka waktu kontak, dan pendekatan untuk kajian kontak.

(6) Pendekatan Untuk Kajian Kontak (Exposure)
Kontak (exposure) biasanya dievaluasi dengan kombinasi metode kualitatif dan kuantitatif. Pemilihan strategi penentuan kontak (exposure) tergantung pada tipe minyak, volume yang tumpah, risiko kerusakan sumberdaya, kondisi lingkungan, dan ketersedian sumberdaya manusia, dana, serta peralatan. Beberapa pendekatan yang bisa dilakukan antara lain adalah :
- Pemodelan komputer: pemodelan sebaran dan proses pelapukan (weathering) minyak dapat memberikan informasi kuantitatif awal mengenai tumpahan minyak dan kemungkinan kontak (exposure) terhadap sumberdaya pesisir dan laut sekitar.
- Pengamatan visual : survai darat atau udara merupakan tehnik pengkajian yang cepat untuk meliput kawasan yang luas. Pendekatan ini sangat berguna untuk mendokumentasikan distribusi keseluruhan habitat atau daerah yang mengalami kontak (exposure) terhadap tumpahan minyak. Pendekatan ini juga dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasikan kawasan yang terkena dampak dan kawasan yang dapat dijadikan referensi (bebas pengaruh minyak). Pengamatan umumnya meliputi lebar, panjang, area, dan tingkat kontaminasi tiap-tiap habitat.
- Keberadaan bau: kejadian kontak (exposure) minyak dapat juga dievaluasi secara kualitatif dengan tes organoleptik yang didasarkan pada perasaan dan penciuman. Contohnya adalah penentuan kontaminasi minyak pada ikan yang ditangkap oleh nelayan. Minyak dengan berat molekul yang ringan sangat mudah untuk dibaui, sedangkan yang mempunyai berat molekul yang besar relatif sulit dibaui.
- Analisis kimia: terdapat tiga tujuan utama dalam analisis kimia yang dilakukan untuk menentukan kontak (exposure) minyak, yaitu: (a) Karakteristik fisik dan kimiawi minyak, (b) Fingerprinting, (c) Konsentrasi minyak.
- Penempatan kekerangan (bivalvia) di lokasi: kekerangan, termasuk kerang dan oyster, dapat digunakan sebagai indikator kontak (exposure) dan dampak biologis.
- Sampel pengganti: penggunaan membrane semi permeable atau kantung lemak (lipid bags) dapat digunakan untuk pengambilan contoh (sampling) sedimen dan kolom air dalam kurun waktu tertentu.
- Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAHs): kebanyakan dari komponen penyusun minyak, termasuk benzene and polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs), cepat mengalami metabolisme oleh organisme perairan, sehingga analisis keberadaan PAHs dalam jaringan organisme dapat dijadikan sebagai bukti adanya kontak (exposure) minyak.
- Enzim Mixed Function Oxygenase (MFO): organisme tertentu memiliki enzim yang dapat menetralisir racun, dan enzim jenis ini dikenal sebagai enzim MFO. Adanya aktivitas atau peningkatan kadar enzim MFO menunjukkan bahwa organisme tersebut telah mengalami kontak (exposure) dengan minyak.
- Hemolytic Anemia: penurunan konsentrasi sel darah merah atau hemoglobin dapat digunakan sebagai indikator adanya kontak (exposure) minyak pada beberapa hewan vertebrata, seperti burung, anjing laut, dan lain-lain.

(7) Proses-Proses Pelapukan (Weathering) Minyak di Perairan
Penyebaran (spreading): minyak akan segera menyebar di perairan segera setelah tertumpah ke perairan laut. Penyebaran ini dipengaruhi oleh kekentalan dan titik lebur minyak, serta suhu perairan.
Penguapan (evaporation): penguapan dimulai sesaat setelah minyak tumpah ke perairan. Faktor utama yang mempengaruhi penguapan minyak adalah komposisi, ketebalan lapisan, suhu air laut, radiasi matahari, kecepatan angin, dan tinggi gelombang.
Pelarutan (dissolution): pelarutan adalah hilangnya senyawa penyusun minyak ke dalam perairan, kebanyakan senyawa yang bersifat akut seperti benzene, toluene, dan xylene akan segera larut dalam air.
Dispersi (dispersion): transportasi secara fisik minyak dalam bentuk droplet (butiran) ke dalam kolom air disebut dispersion. Penyebaran minyak menjadi  droplet terjadi karena adanya turbulensi permukaan air dan juga oleh penggunaan dispersan.
Emulsifikasi (emulsification): beberapa jenis minyak tertentu cenderung membentuk emulsi air dalam minyak, yang berwarna coklat gelap (biasa disebut mousse) selama proses pelapukan (weathering) terjadi.
Pengendapan (sedimentation): minyak yang terendapkan dalam sediment dapat masuk dalam jaringan zooplankton, dan dikeluarkan dalam bentuk pellet feses yang akan menetap di dalam sedimen.
Proses-proses lainnya : selain proses-proses utama dalam pelapukan (weathering) terdapat beberapa proses lain, seperti transpor oleh hanging, degradasi foto kimia, dan degradasi mikrobiologi.

No comments:

Post a Comment