Wednesday, August 1, 2012

Mendayagunakan Instrumen Ekonomi Lingkungan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Laut


Upaya yang perlu dilakukan untuk mendayagunakan instrumen ekonomi lingkungan, seperti natural resource accounting dalam pengelolaan sumberdaya laut diantanaya adalah, pertama, memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang arti pentingnya penggunaan instrument tersebut. Dimulai dari skala yang paling kecil yaitu keluarga, disini kita memberikan pemahaman bahwa menggunakan instrumen tersebut layaknya menghitung pendapatan dan pengeluaran bulanan keluarganya. Misalnya, menghitung berapa keuntungan dan kerugian yang harus ditanggung dari penggunaan taman sebagai lahan parkir atau perkebunan.
Selanjutnya, dibetuklah kelompok kecil yang terdiri dari perwakilan masyarakat yang berkepentingan. Setelah kelompok ini terbentuk, kita lakukan pendampingan untuk memahami lebih dalam mengenai arti pentingnya instrumen ekonomi lingkungan beserta pelaksnaannya di lapangan. Seperti menjelaskan kepada mereka arti pentingnya memelihara hutan mangrove, bahwa apabila masyarakat melakukan pengrusakan maka akan timbul dampak yang lebih merugikan bagi masyarakat itu sendiri.
Dari kelompok-kelompok kecil yang telah terbentuk, kemudian dibentuklah kelompok yang lebih besar, dimana di dalam kelompok ini terdiri dari berbagai macam unsur baik masyarakat, pemerhati lingkungan maupun peneliti yang berkepentingan baik langsung maupun tidak langsung terhadap sumberdaya alam. Kelompok besar inilah yang nantinya akan menjadi penyeimbang bagi setiap pelaksanaan kebijakan yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun sektor swasta dalam pengelolaan lingkungan. Sebagai contoh adalah ketika pemerintah berencana menggandeng pihak swasta dalam pengelolaan sumber daya pertambangan, maka kelompok ini harus bisa menghitung bagaimana dampak kebijakan tersebut bagi masayarakat, daerah maupun sumber daya alam. Hasil perhitungan inilah yang nantinya akan diajukan sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah sebelum melaksanakan kebijakan tersebut.
Apabila masyarakat telah terbiasa dengan penggunaan instrumen ekonomi lingkungan, maka upaya yang kedua adalah membiasakan penggunaan isntrumen tersebut kepada para pembuat keputusan, dalam hal ini adalah pemerintah. Seperti halnya pemahaman kepada masayarakat, pelaksanaannya harus dimulai dari skala pemerintahan yang paling kecil. Para pembuat kebijakan harus memiliki pola pikir atau mindset bahwa setiap kali membuat kebijakan maka harus diperhitungkan pula dampaknya kepada sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Oleh karena itu diperlukan sebuah upaya agar instrumen tersebut dapat diinternalisasi dalam proses perencanaan pembangunan, terutama dalam bidang pemerintahan dalam menentukan suatu kebijakan. Selanjutnya, instrumen ekonomi lingkungan akan mendorong perencana pembangunan daerah untuk memperhitungkan secara saksama intensitas dan pola eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Sebagai contoh adalah bahwa dalam semua rencana pembangunan memperhitungkan besar kebutuhan pembiayaannya, yang disesuaikan dengan potensi pendapatan daerah, termasuk dari sektor sumber daya alam. Penghitungan pendapatan dari sektor sumber daya alam akan mencakup tingkat deplesi dan degradasi lingkungan hidup yang mungkin terjadi. Pengetahuan dan kesadaran memperhitungkan tingkat deplesi dan degradasi lingkungan, seperti pada kasus kebutuhan dana reklamasi bekas galian batu bara dapat mendorong perencana daerah mengatur intensitas dan pola eksploitasi sumber daya alam lokal. Deplesi SDA ialah penyusutan sumber daya alam karena eksploitasi, yang terjadi karena laju pemulihan sumber daya alam lebih lambat dari laju eksploitasinya. Semua itu, dilakukan untuk mengetahui besaran dampak-dampak negatif pembangunan yang tidak terukur, seperti erosi akibat penggundulan hutan, pencemaran sungai, dan polusi udara. Dampak-dampak negatif yang tidak terukur tersebut selama ini tidak dihitung dalam penentuan besaran ukuran yang ada selama ini, termasuk penghitungan GDP. Disebutkan, jika segala kerusakan tak terukur itu diperhitungkan seperti yang dilakukan paradigma natural resource accounting, maka besaran GDP yang ada sekarang bisa dikatakan sebagai nilai ilusif.
Upaya ketiga merupakan proyeksi ke depan, dimana memasukkan instrumen ekonomi lingkungan, seperti natural resources accounting ke dalam bahan ajar atau kurikulum sistem pendidikan baik formal amupun informal sejak dini. Sebagai contoh adalah, sejak dini anak-anak sudah dididik untuk memahami arti pentingnya menjaga lingkungan sekitar, dan bahwa pada dasarnya alam telah diciptakan ke dalam satu sistem menyeluruh yang saling berhubungan dan dalam keadaan seimbang. Apabila terjadi gangguan terhadap satu sistem maka dengan sendirinya akan mempengaruhi sistem secara keseluruhan sekaligus mengganggu keseimbangan alam itu sendiri.
Dengan mengajarkan arti pentingnya menjaga lingkungan sejak dini, maka hal itu akan terbawa dalam kehidupan keseharian mereka. Sehingga ketika dewasa mereka akan menjadi manusia yang memiliki kearifan akan lingkungan, dan selalu memperhitungkan kebaikan-kebaikan alam yang akan didapat.
Upaya-upaya tersebut tidak bisa dipandang sebagai suatu urutan priorotas, dimana upaya pertama selalu lebih penting daripada upaya-upaya selanjutnya. Namun keseluruhan upaya tersebut harus diintegrasikan bersama-sama secara serentak dan benar mengenai arti pentingnya instrumen ekonomi lingkungan, seperti natural resources accounting sehingga pada akhirnya akan mendukung upaya suatu pembangunan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan yang berkelanjutan.

No comments:

Post a Comment